Senin, 16 April 2012

Gambar Manusia Zaman Purba


Gambar Senjata Manusia Zaman Purba dan Binatang hasil Berburu
Gambar Manusia Zaman Purba
Gambar Manusia Zaman Purba
Gambar Manusia Zaman Purba hingga manusia modern menurut Teori Evolusi Charles Darwin

Komodo Binatang Purba Yang Masih Hidup

Komodo adalah sisa binatang purba yang masih hidup. Binatang ini adalah asli Indonesia yang berasal dari pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Nama latin dari hewan Komodo adalah Varanus komodoensis, Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera.
Foto Komodo Binatang Purba Yang Masih Hidup
Gambar Komodo Dragon di habitat
Gambar Komodo Predator
Gambar Komodo Kadal Raksasa
Namun sekarang habitat komodo telah terancam di alam bebas, di karenakan para orang-orang serakah yang menangkap untuk dijual. Hewan ini termasuk satwa yang dilindungi, karena populasinya yang sudah langka.

Penemuan Fosil Gajah Purba di Karanganyar Jateng

Gambar Penemuan Fosil Gajah Purba di Karanganyar Jateng
KARANGANYAR, MINGGU - Tukimin, warga Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, belum lama ini menemukan fosil yang diperkirakan bagian tubuh gajah purba yakni rahang, iga, dan pinggul, saat akan mengairi sawahnya di desanya.
"Sebelumnya, Tukimin juga pernah menemukan fosil binatang purba di desa tersebut, seperti tanduk rusa, kepala kerbau, dan kaki kura-kura," kata Iskandar, Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi (KIK) Kabupaten Karanganyar ketika dihubungi dari Semarang, Minggu.
Di Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar selama ini dikenal sebagai kampung purba, dan secara bertahap akan diwujudkan sebagai museum lapangan. "Dengan adanya museum lapangan, setiap wisatawan yang datang ke daerah ini akan diajak oleh petugas museum ini untuk melihat dari dekat temuan berbagai fosil purba yang ada di wilayah setempat," katanya.
Pembenahan pembangunan secara bertahap museum lapangan ini sudah mulai digarap oleh Pemkab Karanganyar, Pemerintah Pusat juga sudah menyetujui program pembangunan museum tersebut, katanya.
Pemkab Karanganyar sengaja membuat museum lapangan, dan bukan museum konvensional sebagaimana yang ada di Sangiran, dimana benda-benda purbakala di pajang dalam satu ruangan. "Justru dengan museum lapangan ini masyarakat atau wisatawan yang datang ke lokasi dapat melihat langsung keindahan alam dan benda-benda purbakala yang tersebar di sejumlah kawasan di daerah ini," katanya menjelaskan.
Ada empat titik (lokasi) penemuan fosil purbakala di Desa Dayu masing-masing meliputi fosil tengkorak manusia purba homo erectus berumur 1,8 juta tahun lalu, fosil kepala buaya dan kerbau purba dan peralatan manusia purba yang jumlahnya mencapai ratusan alat.
"Rumah-rumah warga yang masih bercorak tradisional juga akan dipertahankan. Semuanya ini dimaksudkan untuk mendukung wisata kepurbakalaan di daerah ini," kata Iskandar.
source:kompas.com

Gambar Fosil Binatang/Hewan Purba

Gambar Fosil Binatang/Hewan Purba
Ini adalah beberapa contoh foto dan gambar penemuan fosil binatang purbakala yang di temukan di seluruh dunia.
Gambar Fosil Binatang/Hewan Purba

ARTIKEL KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA

Beberapa contoh Kumpulan fosil-fosil hewan/Binatang purbakala pada zaman SM dan sejarahnya:
1. Mammoth / mamut
KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA
Mamut adalah genus gajah purba yang telah punah. Ukuran tubuhnya lebih besar daripada gajah normal yang ada di dunia saat ini. Gadingnya melingkar membentuk kurva ke arah dalam dan, dalam spesies utara, dengan rambut panjang. Mereka hidup dalam epos Pleistocene sejak 1,6 juta tahun lalu sampai sekitar 10.000 tahun lalu. Kata mamut berasal dari bahasa Rusia мамонт.

Ada kesalahpahaman bahwa mamut lebih besar dari gajah. Spesies terbesar mamut yang diketahui, Mammoth Imperial California, memiliki tinggi punggung sekurangnya 5 meter. Mamut umumnya memiliki berat 6-8 ton, namun mamut jantan yang besar beratnya dapat mencapai 12 ton. Gading mamut sepanjang 3,3 meter ditemukan di utara Lincoln, Illinois tahun 2005. Sebagian besar spesies mamut memiliki ukuran sebesar Gajah Asia modern.

2. Archeopteryx
KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA
Archaeopteryx (dari Bahasa Yunani Kuno ἀρχαῖος archaios yang berarti ‘kuno’ dan πτΠρυξ pteryx yang bearti ‘bulu unggas’ atau ‘sayap’; dibaca “ar-kee-OP-ter-iks” [ɑː(ɹ)kiˈɒptəɹɪks]) adalah jenis burung paling awal dan primitif yang diketahui. Binatang ini hidup pada Periode Jura sekitar 155–150 juta tahun lalu yang saat ini dikenal sebagai wilayah Jerman bagian selatan. Dalam Bahasa Jerman, Archaeopteryx dikenal sebagai Urvogel, sebuah kata yang berarti “burung yang asli” atau “burung pertama”. Meskipun namanya yang asli berasal dari Bahasa Jerman, Kata ini juga digunakan dalam Bahasa Inggris.

3. Ankylosaurus

KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA
Ankylosaurus adalah salah satu jenis dinosaurus yang memiliki tubuh sepanjang 9 meter (30 kaki). Ankylosaurus memiliki tubuh yang dilindungi oleh semacam cangkang keras yang membuat tubuhnya tidak bisa diserang dengan mudah, bahkan oleh Tyrannosaurus-Rex. Ekornya panjang lurus dan sangat keras. Jika Ankylosaurus dihadang oleh lawannya, ia akan menyerang lawan tersebut dengan ekor kerasnya dan dalam sekejap lawannya akan terjatuh. Para ilmuwan dan ahli palaeontologi biasanya menyebut Ankylosaurus dengan sebutan ‘Anky kecil’.

4. Pteranodon

KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA
Pteranodon (pengucapan /tɨˈrænÉ™dÉ’n/; dari bahasa Yunani Kuno πτερ- “sayap” dan αν-οδων “tak bergigi”), dari Zaman Kapur Akhir (Coniacian-Campanian, 89,3-70,6 juta tahun yang lalu) Amerika Utara (Kansas, Alabama, Nebraska, Wyoming, dan South Dakota), adalah jenis pterosaurus terbesar dengan bentang sayap mencapai 9 meter.

5. Brontosaurus
KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA

Brontosaurus (yang berarti “kadal kilat” (dari bahasa Yunani brontÄ“/βροντη artinya ‘kilat’ dan sauros/σαυρος artinya ‘kadal’), adalah sebuah genus sauropoda dinosaurs yang sudah tidak dipakai lagi. Spesies Brontosaurus excelsus dinamakan oleh penemunya Othniel Charles Marsh, pada tahun 1879 dan nama ini tetap dipakai dalam literatur resmi sampai kurang lebih tahun 1974, meskipun sudah dikenil sebagai sebuah spesies dari genus yang telah disebut sebelumya, Apatosaurus, pada tahun 1903. Brontosaurus adalah dinosaurus yang mempunyai leher sangat panjang dan termasuk dinosaurus herbivora. Diperkirakan hidup di zaman kapur. Habitatnya biasanya di tepi danau dan di hutan. Namun, setelah beberapa tahun nama Brontosaurus diganti kembali menjadi Apatosaurus.

6. Diplodocus
KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA
Diplodocus (pengucapan /dɪˈplɒdəkəs/, /daɪˈplɒdəkəs/, atau /ˌdɪploʊˈdoʊkəs) adalah genus dinosaurus sauropod diplodocid yang fosilnya pertama kali ditemukan pada tahun 1877 oleh S. W. Williston. Dinosaurus ini hidup di Amerika Utara barat pada akhir periode Jurassic.

7. Stegosaurus
KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA
Stegosaurus [1] (diucapkan /ˈsteg.əˌsɔː.rÉ™s/) artinya “roof-lizard”, karena plates di punggungnya (bahasa Yunani stego = plate/roof + sauros = lizard) adalah sebuah genus dinosaurus herbivora besar dari Upper Jurassic di Amerika Utara. Spesies ini adalah salah satu jenis dinosaurus yang paling mudah diidentifikasi, karena kedua baris kite-shaped plates di punggungnya (dasar untuk nama ilmiahnya) dan long spikes di ekornya (disebut thagomizer).

8. Dimetrodon
KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA
Dimetrodon adalah sejenis synapsida (‘mamalia mirip reptil’) genus yang berkuasa selama Permian Period, hidup antara 280-265 juta tahun lalu. Ia lebih terkait erat dengan mamalia dibandingkan reptilia seperti kadal.

Dimetrodon juga bukan dinosaur, walaupun umumnya dikelompokkan dengan mereka. Sebaliknya, ia diklasifikasikan sebagai pelycosaur. Dimetrodon orang tua yang telah ditemukan di Amerika Utara dan Eropa, serta penemuan jejak kaki Dimetrodon yang signifikan di selatan New Mexico oleh Jerry Macdonald.

9. Tyrannosaurus rex
KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA
Tyrannosaurus rex (Tyrannosaurus, arti ‘kadal tiran’ / rex, arti ‘raja) merupakan dinosaurus jenis karnivora yang terbesar. T-rex dapat tumbuh sepanjang 12 meter (sekitar 40 kaki)dan berat mencapai 7 ton . Dinosaurus ini memangsa dinosaurus herbivora besar seperti triceratops dan edmontosaurus. Selain itu tyrannosaurus juga diketahui memiliki salah satu gigitan terkuat dibanding hewan lain yang pernah ada.

10. Plesiosaurus
KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA
Plesiosaurus (bahasa Yunani: plesios, berarti dekat dengan + sauros, berarti kadal) adalah jenis dinosaurus berleher panjang dari ordo plesiosauria yang hidup di air. Termasuk jenis karnivora, karena hidup di air membuatnya harus memakan ikan.

Plesiosaurus hidup pada masa awal periode Jurasik. Temuan tulang fosilnya yang hampir sempurna ditemukan di Inggris dan Jerman. Ia memiliki kepala yang kecil, leher panjang dan ramping, tubuh berbentuk kura-kura, ekor pendek, serta 2 pasang kaki berbentuk dayung yang panjang.

11. Velociraptor
KUMPULAN FOSIL HEWAN/BINATANG PURBAKALA
Velociraptor (arti ‘pencuri gesit’) adalah sejenis pemangsa seperti Tyrannosaurus, hanya berbadan lebih kecil dan biasa hidup berkelompok. Strategi menyerang mereka lebih pintar daripada dinosaurus lainnya. Mereka menggunakan penarik perhatian untuk mengalihkan perhatian mangsa mereka, yang sebenarnya mangsa mereka telah dikepung.

Velociraptor hidup di akhir Zaman Kretasius sekitar 75-71 juta tahun yang lalu. Ia termasuk dalam sub-ordo Dromaesauridia yang memiliki ukuran tubuh sedang, dengan panjang sekitar 6 kaki (1.8 meter) dan tinggi 3 kaki (1 meter) dan berat sekitar 15-30 pound (7-14 kilogram) . Seperti Dromaesauridia lainnya, tubuh Velociraptor kemungkinan memiliki bulu. Selain itu, mereka memiliki sebuah cakar besar berbentuk melengkung, yang kemungkinan digunakan untuk menusuk atau merobek tubuh korbannya.

Velociraptor juga termasuk pintar bila dibandingkan dengan dinosurus lainnya, dan hal ini membuat mereka mampu bersaing dengan predator besar lain yang hidup di tempat yang sama. Jika terdesak, Velociraptor biasanya memanggil bala bantuan dengan mengeluarkan suara yang khas; suara ini bisa terdengar hingga radius kurang lebih 1.000 km[rujukan?]. Fosilnya ditemukan di daerah Mongolia, Rusia, dan Cina.
You might also like:

Sejarah Pulau Penyengat


Posted: September 30, 2010 in Sejarah
0
SUATU hal yang tercatat dalam sejarah adalah bahwa mesjid ini merupakan satu-satunya peninggalan Kerajaan Riau-Lingga yang utuh. Harap diingat, Penyengat pada akhirnya tidak saja sebagai tempat berkedudukannya seorang Yang Dipertuan Muda atau semacam Perdana Menteri Kerajaan Melayu Riau-Lingga, tetapi juga tempat kedudukan Sultan sejak tahun 1900 dengan segala macam pembangunan fisiknya; sebutlah di antaranya berbagai macam istana, mahkamah, rumah sakit, listrik, dan jaringan telepon yang tersedia sebelum abad ke-20.
Alkisah, nama pulau Penyengat muncul dalam sejarah Melayu pada awal abad ke-18 ketika meletusnya perang saudara di Kerajaan Johor-Riau yang kemudian melahirkan Kerajaan Siak di daratan Sumatera (masih di Riau). Pulau ini menjadi penting lagi ketika berkobarnya perang Riau (akhir abad ke-18) pimpinan Raja Haji Fisabilillah yang pada tahun 1997 diangkat sebagai pahlawan nasional. Raja Haji menjadikan pulau ini sebagai kubu penting yang dijaga oleh orang-orang asal Siantan, dari kawasan Pulau Tujuh di Laut Cina Selatan.
Cerita rakyat menyebutkan, nama pulau tersebut diambil dari nama binatang yakni penyengat (sebangsa lebah), semula dikenal sebagai tempat orang mengambil air dalam pelayaran di kawasan ini. Konon, suatu kali para saudagar yang mengambil air di situ diserang binatang tersebut. Pihak Belanda sendiri menjuluki pulau itu dengan dua nama yakni Pulau Indera dan Pulau Mars. Kini pulau itu lebih dikenal dengan nama Penyengat Inderasakti.
Pada tahun 1805, Sultan Mahmud menghadiahkan pulau itu kepada istrinya Engku Putri Raja Hamidah, sehingga pulau ini mendapat perhatian yang jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya. Perhatian itu semakin mantap dinikmati Penyengat, ketika beberapa tahun kemudian, Yang Dipertuan Muda Jaafar (1806-1832) memindahkan tempat kedudukannya di Ulu Riau (Pulau Bintan) ke Penyengat, sedangkan Sultan Mahmud pindah ke Daik-Lingga.
Dengan pengalamannya sebagai pengusaha timah di Semenanjung Malaya dan selalu berpergian ke berbagai tempat sebelum diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda, Raja Jaafar membangun Penyengat dengan cita-rasa pemukiman yang molek. Sejumlah pengamat asing menyebutkan, Penyengat ditata sebaik-baiknya tempat yang terlihat dari penyusunan pemukiman, keberadaan tembok-tembok, saluran air, dan jalan-jalan. Pada gilirannya, Sultan Abdurrahman Muazamsyah, tahun 1900 memindahkan tempat kedudukannya dari Daik ke Penyengat.
Setelah menolak menandatangani politik kontrak dengan Belanda dan melakukan berbagai macam bentuk perlawanan, Sultan Abdurrahman Muazamsyah diturunkan dari tahta oleh penjajah. Tak seorang pun orang Melayu yang bersedia menjadi Sultan setelah itu, Abdurrahman Muazamsyah bahkan mengilhami orang-orang Riau meninggalkan Penyengat menuju Singapura dan Johor tahun 1911. Hanya beberapa ratus orang penduduk dari 6.000 orang penduduk waktu itu yang tinggal di Penyengat setelah peristiwa tersebut.
Dengan demikian, bangunan-bangunan kerajaan terbiarkan, bahkan dijarah. Selentingan dari penduduk terdengar cerita tentang bagaimana di antara para bangsawan mengharapkan agar bangunan-bangunan yang ada hendaklah dirubuhkan daripada diambil oleh Belanda. Tindakan semacam itu tidak mungkin dilakukan terhadap Mesjid Sultan, malahan rumah ibadah ini dipelihara baik sebagaimana mestinya sebuah rumah ibadah.
Sebenarnya, Mesjid Sultan di Pulau Penyengat sebagaimana disebutkan dalam Tuhfat al-Nafis (buku sejarah Melayu) karya Raja Ali Haji, dibangun seiringan dengan dihadiahkannya pulau tersebut kepada Engku Putri Raja Hamidah oleh Sultan Mahmud. Cuma saja, waktu itu, mesjid tersebut terbuat dari kayu. Raja Jaafar yang membangun Penyengat sebagai bandar modern hanya pernah memperlebar mesjid itu karena penduduk Pulau Penyengat semakin banyak.
Dalam buku Mesjid Pulau Penyengat yang disusun Hasan Junus disebutkan, pembangunan mesjid itu secara besar-besaran dilakukan ketika Raja Abdul Rahman memegang jabatan Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga (1832-1844), menggantikan Raja Jaafar. Tak lama setelah memegang jabatan itu yaitu pada tanggal 1 Syawal tahun 1284 H (1832 M) atau 165 tahun yang lalu, setelah usai shalat Ied, ia menyeru masyarakat untuk ber-fisabilillah atau beramal di jalan Allah.
Caranya adalah dengan membangun mesjid di atas tapak mesjid yang lama. Suatu mesjid yang dapat meninggalkan zaman yaitu dapat digunakan mulai saat dibina sampai kepada anak cucu mendatang. Seruan ber-fisabilillah itu sangat kuat bergaung, setelah seruan serupa dikumandangkan dalam perang Riau, sehingga berduyun-duyunlah masyarakat datang dari berbagai tempat untuk bergotong-royong. Khusus pada sepekan pertama, para lelaki selain penjaga malam, dilarang keluar rumah agar siangnya dapat menyumbangkan tenaganya untuk mesjid. Akhirnya, pembuatan fondasi mesjid selesai dikerjakan selama tiga pekan.
Tidak saja tenaga, mereka juga menyumbangkan makanan seperti beras, sagu, dan lauk-pauk termasuk telur ayam. Makanan itu berlimpah-ruah, bahkan konon putih telur sampai tidak habis dimakan. Atas saran tukang pada bangunan induk mesjid, putih telur itu akhirnya dicampur dengan semen untuk perekat batu. Itulah sebabnya mengapa banyak masyarakat menyebutkan bahwa mesjid tersebut dibuat dari telur.
Kini kawasan mesjid itu berukuran 54,4 x 32,2 meter. Bangunan induknya adalah 29,3 x 19,5 meter, disangga oleh empat tiang. Lantai bangunannya dibuat dari batu bata tanah liat. Di halaman mesjid, terdapat dua buah rumah sotoh yang diperuntukkan bagi musafir dan tempat musyawarah. Selain itu terdapat juga dua balai, tempat orang biasanya menghidangkan makanan ketika kenduri dan untuk berbuka puasa yang disediakan pengurus mesjid setiap hari seperti juga tahun ini. Khusus bangunan induk, Raja Hamzah Yunus mengatakan, “Tidak ada perubahan semenjak pertama dibangun oleh Raja Abdul Rahman.”
Tak pelak lagi, keberadaannya memang amat lain dibandingkan mesjid semula yang terbuat dari kayu. Seperti dikisahkan dalam Mesjid Pulau Penyengat, semula mesjid itu berlantai batu merah empat persegi, sedangkan dindingnya terbuat dari kayu cengal (Balanocarpus heimii) yang didatangkan dari Selangor (kini masuk Malaysia). Atapnya terbuat dari kayu bekian. Hanya terdapat sebuah menara setinggi 12 hasta, ditambah sebuah kubah berukuran 17 hasta. Mesjid ini diberi pagar hidup dengan pohon-pohonan yang tumbuh merimbun.
Patutlah diakui bahwa bentuk Mesjid Sultan di Penyengat kini sangat unik. Sulit bagi orang untuk menentukan asal arsitekturnya. Ada yang mengatakan, mesjid ini bergaya India berkaitan dengan tukang-tukang dalam membuat bangunan utamanya adalah orang-orang India yang didatangkan dari Singapura. Tetapi yang jelas, arsitektur mesjid merupakan gaya campuran dari berbagai wilayah budaya seperti Arab, India, dan Nusantara. Dalam dua kali pameran mesjid pada Festival Istiqlal di Jakarta (1991-1995) disebutkan bahwa Mesjid Sultan ini merupakan mesjid pertama di Indonesia yang memakai kubah.
Terdapat 13 kubah di mesjid itu yang susunannya bervariasi seperti ada “kelompok” kubah dengan jumlah tiga dan empat kubah. Ditambah dengan empat menara yang masing-masing memiliki ketinggian 18,9 meter, maka dapatlah dijumlahkan bahwa bubung yang dimiliki mesjid tersebut sebanyak 17 buah. Ini diartikan sebagai jumlah rakaat dalam shalat yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam dalam sehari semalam yakni subuh (dua rakat), zuhur (empat rakaat), asyar (empat rakat), maghrib (tiga rakaat), dan isya (empat rakaat).
Keunikan di dalam mesjid masih banyak. Paling menarik perhatian adalah terdapatnya mushaf Alquran tulis tangan yang diletakkan dalam peti kaca di depan pintu masuk. Mushaf ini ditulis oleh Abdurrahman Stambul tahun 1867. Ia adalah salah seorang putra Riau yang dikirim Kerajaan Riau-Lingga untuk menuntut ilmu di Istambul, Turki. Disebabkan tempat belajarnya, penulisan mushaf Alquran itu bergaya Istambul yang dikerjakannya sambil mengajar agama Islam di Penyengat.
Alquran tulis tangan lain yang ada di mesjid itu dan tidak diperlihatkan kepada umum, ternyata lebih tua yakni dibuat tahun 1752. Uniknya, di bingkai mushaf yang tidak diketahui penulisnya ini terdapat tafsiran-tafsiran dari ayat-ayat Alquran, bahkan terdapat berbagai terjemahan dalam bahasa Melayu terhadap kata per kata di atas tulisan ayat-ayat tersebut. Ini menunjukkan bahwa di sisi lain, orang-orang Melayu tidak saja menulis ulang mushaf, tetapi juga coba menerjemahkannya.
Tentu saja mushaf tersebut tidak dapat diperlihatkan kepada umum karena sudah amat rusak. Mushaf ini tersimpan bersama 300-an kitab dalam dua lemari di sayap kanan depan mesjid. Kita-kitab tersebut adalah sisa-sisa kitab yang dapat diselamatkan dari perpustakaan Kerajaan Riau-Lingga, Kutub Khanah Marhum Ahmadi, yang tidak terbawa bersama eksodusnya masyarakat Riau awal abad ke-20 ke Singapura dan Johor. Dalam suatu kunjungannya tahun 1970-an, Buya Hamka menilai bahwa buku-buku tersebut merupakan buku-buku penting yang tinggi nilainya dalam Islam.
Benda yang juga cukup menarik perhatian di mesjid ini adalah mimbar yang terbuat dari kayu jati. Sebuah sumber menunjukkan bahwa mimbar ini sengaja ditempah di Jepara, Jawa Tengah, sebanyak dua mimbar. Satu mimbar diletakkan di Mesjid Sultan di Penyengat ini, sedangkan mimbar lain yang berukuran lebih kecil, diletakkan pada mesjid di Daik. Jepara, memang sudah lama dikenal di Riau, bahkan misi dagang Riau yang dipimpin Raja Ahmad, sempat berada di wilayah itu tahun 1826. Di antara anggota misi ini adalah pujangga Raja Ali Haji yang keranda (peti mati) untuknya sempat juga dibuat di Jepara karena ia sakit keras ketika berada di situ.
Hasan Junus mengatakan, di dekat mimbar itu disimpan sepiring pasir yang dikatakan berasal dari Makkah al-Mukarramah, melengkapi benda-benda lain semacam permadani Turki dan lampu kristal. Pasir ini dibawa oleh Raja Ahmad Engku Haji Tua yang dikenal sebagai bangsawan Riau pertama mengerjakan haji tahun 1820-an, hasil perdagangannya di Jawa sampai ke Betawi. Pasir tersebut senantiasa digunakan masyarakat dalam upacara jejak tanah, suatu tradisi menginjak tanah untuk pertama kali bagi kanak-kanak.
penampilan suasana dalam Idul Fitri dan lintasan sejarah yang dikandung Mesjid Sultan itu yang agaknya “mengusik” hati orang luar datang mengerjakan shalat Idul Fitri atau Jumat (lihat: Naksabandiyah dan Berbagai Kegiatan).
Pada gilirannya, kunjungan pendatang dari luar itu merupakan hikmah tersendiri bagi Mesjid Sultan. Ini terbukti banyaknya uang terkumpul dari infak dan sedekah pengunjung. Seorang pejabat Departemen Perhubungan di Jakarta beberapa tahun lalu sempat terkagum-kagum sambil mengatakan bagaimana sebuah mesjid yang berada di desa dengan mata pencaharaian penduduk adalah buruh dan pegawai negeri, memiliki kas di atas Rp 100 juta.
Keterangan terbaru menyebutkan, kas tersebut kini sudah membengkak menjadi Rp 200 juta lebih. Uang inilah yang dikelola untuk berbagai kegiatan seperti pendidikan keagamaan bagi kanak-kanak. Setiap bulan Ramadhan, pengurus menyediakan makanan berbuka puasa bagi 40 orang. Tak ada syarat untuk itu kecuali memang berpuasa dan memerlukannya. Selebihnya, dana tersebut diperlukan untuk memakmurkan mesjid.
Bayangkan saja, untuk memperindah mesjid, baru-baru ini dipasang lampu mewah pada dua menara mesjid seharga Rp 12 juta. Tak pelak lagi, dari Tanjungpinang, menara mesjid itu terlihat bagai mercusuar-seperti menjalani fungsi mercusuar sebenarnya agar orang tidak tersesat berlayar pada malam hari. Menaranya yang terang benderang terlihat seperti dua belah tangan yang mengaminkan doa ke langit, sekaligus mengingatkan orang akan wujud Allah.
Pengurus mesjid pula tampaknya tidak terlalu ortodoks terhadap pengunjung yang setiap hari mengunjunginya dalam angka relatif-dapat mencapai 1.000 orang pada hari Minggu atau pada hari libur. Mereka dipersilakan melihat-lihat keadaan mesjid setiap saat. Tentu saja, kegiatan melihat-lihat itu tidak lepas dari usaha agar tetap mengingatkan diri kepada Allah, sehingga seorang pengunjung tetap dituntut berlaku sopan. Pengunjung lelaki misalnya, tidak diperkenankan naik ke mesjid kalau hanya memakai celana pendek. Selain itu orang tidak dibenarkan mengambil foto di dalam mesjid.
Tak hanya sampai di situ. Fasilitas mesjid dapat digunakan untuk berbagai kegiatan sosial keagamaan. Dua balai yang berada di halaman mesjid, dapat dijadikan tempat diskusi keagamaan dan kebudayaan. Tahun lalu misalnya, pengurus membenarkan pengisi kegiatan Hari Raja Ali Haji mengadakan kegiatan di dalam kompleks mesjid seperti bimbingan penulisan kreatif dan latihan membacakan syair dan Gurindam Duabelas.
Ya, Mesjid Sultan merupakan salah satu dari belasan obyek wisata di Pulau Penyengat sebagai obyek wisata andalan Riau, apalagi dalam saat hari raya seperti sekarang. Tetapi untuk soal agama, Mesjid Sultan tidak bisa ditawar-tawar karena fungsinya tetaplah sebagai rumah ibadah. Mesjid ini seolah-olah hendak mengatakan bahwa pandangan terhadap dunia tidak mungkin ditutup, tetapi pandangan kepada akhirat tetap dibuka selebar-lebarnya

Sejarah Pulau Penyengat

Masjid Pulau Penyengat

Tuesday, 02/12/2008 17:58 WIB | Arsip | Cetak
Namanya Masjid Raya Sultan Riau. Orang biasa memanggilnya dengan Masjid Pulau Penyengat. Ada juga yang menyebut Masjid Putih Telur. Nama Penyengat karena lokasi masjid tersebut memang berada di sebuah pulau kecil di Riau, pulau Penyengat.
Menuju lokasi masjid ini cukup mudah dan menarik. Dari Batam, perjalanan dilakukan dengan menaiki kapal penyeberangan feri menuju Tanjungpinang. Lama perjalanan sekitar satu jam.
Dari Tanjungpinang, perjalanan diteruskan dengan menaiki perahu kecil yang bernama Pompong menuju pulau Penyengat. Di sini, pengunjung bisa menikmati keindahan laut kepulauan Riau.
Sekitar lima belas menit, kubah masjid Penyengat mulai terlihat jelas. Suatu pemandangan yang memadukan antara keindahan alam dengan ketinggian religiusitas lingkungan sekitar. Akhirnya, tampaklah masjid itu dengan utuh.
Warna kuning tampak dominan. Ada 13 kubah di masjid itu yang susunannya bervariasi. Ditambah dengan empat menara yang masing-masing memiliki ketinggian sekitar 19 meter, dan bubung yang dimiliki masjid tersebut sebanyak 17 buah. Angka ini diartikan sebagai jumlah rakaat shalat.
Masjid yang tercatat dalam sejarah sebagai merupakan satu-satunya peninggalan Kerajaan Riau-Lingga yang masih ada ini berukuran sekitar 54 x 32 meter. Ukuran bangunan induknya sekitar 29 x 19 meter.
Keindahan arsitektur masjid sangat unik. Masjid ini bergaya India berkaitan dengan tukang-tukang dalam membuat bangunan utamanya adalah orang-orang India yang didatangkan dari Singapura.
Sejarahnya, pada tahun 1805 Sultan Mahmud menghadiahkan pulau Penyengat kepada isterinya Puteri Raja Hamidah. Bersamaan dengan itu, dibangun Masjid Sultan. Cuma waktu itu, masjid hanya terbuat dari kayu. Kemudian, keturunan kerajaan setelah itu, Raja Ja'far membangun Penyengat sekaligus memperlebar masjidnya.
Pembangunan masjid secara besar-besaran dilakukan ketika Raja Abdul Rahman memegang jabatan Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga (1832-1844) menggantikan Raja Ja'far. Tak lama setelah memegang jabatan itu, pada 1 Syawal tahun 1284 H (1832 M) atau 165 tahun yang lalu, setelah usai shalat Ied, ia menyeru masyarakat untuk bergotong royong membangun masjid.
Dalam gotong royong itulah, masyarakat membawa berbagai perbekalan. Termasuk telur. Karena berlimpah, banyak putih telur yang tidak habis dimakan. Dan oleh pekerja, putih telur itu dijadikan campuran adukan. Menurut mereka, dengan campuran putih telur, bangunan akan lebih kokoh dan tahan lama.
Dari situlah, masyarakat sekitar juga menyebut masjid penyengat ini dengan masjid putih telur.
Selain bangunan yang indah, masjid Penyengat menyimpan mushaf Alquran tulisan tangan yang diletakkan dalam peti kaca di depan pintu masuk. Mushaf ini ditulis oleh putera Riau yang dikirim belajar ke Turki pada tahun 1867. Namanya, Abdurrahman Istambul.
Ada Alquran tulis tangan lain yang ada di masjid. Namun, tak diperlihatkan kepada umum karena khawatir sudah terlalu rentan. Ditulis pada tahun 1752. Uniknya, di bingkai mushaf yang tidak diketahui penulisnya ini terdapat tafsiran-tafsiran dari ayat-ayat Alquran. Bahkan, terdapat berbagai terjemahan dalam bahasa Melayu, kata per kata di atas tulisan ayat-ayat tersebut. Mushaf ini tersimpan bersama 300-an kitab dalam dua lemari di sayap kanan depan masjid.